Senin, 30 Juli 2012

Analisis Transaksional : Teori dan Praktik dalam Konseling dan Psikoterapi

1. PENDAHULUAN
Analisis transaksional (TA) adalah merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa disaat kita membuat keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku. TA menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik. Dalam TA ada tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau reparenting), dan redecisionaland dua sekolah tidak resmi diidentifikasi sebagai reparenting diri dan korektif orangtua. Redecisional sekolah yang telah diperoleh dalam menonjol dan merupakan fokus dari bab ini.
Tujuan dari analisis transaksional adalah otonomi, yang didefinisikan sebagai kesadaran, spontanitas, dan kapasitas untuk keintiman. Dalam mencapai otonomi orang mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan baru (redecide), sehingga memberdayakan diri mereka sendiri dan mengubah arah hidup mereka. Sebagai bagian dari proses terapi TA, klien belajar bagaimana mengenali tiga status ego Parent, Dewasa, dan Anak di mana mereka berfungsi. Klien juga belajar bagaimana perilaku mereka saat ini sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang mereka terima dan dimasukkan sebagai anak-anak dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi “lifescript” yang menentukan tindakan mereka. Pendekatan ini berfokus pada keputusan awal bahwa setiap orang telah dibuat, dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan-keputusan baru untuk mengubah aspek kehidupan mereka yang tidak lagi bekerja.
TA adalah terpisah dari pendekatan terapeutik paling lain dalam kontrak itu dan putusan. Kontrak, yang dikembangkan oleh klien, dengan jelas menyatakan tujuan dan arah dari proses terapeutik. Klien dalam membangun TA dan arah tujuan mereka dan menjelaskan bagaimana mereka akan berbeda saat mereka menyelesaikan kontrak mereka. Kontraktual aspek dari proses terapi cenderung menyamakan kekuatan terapis dan klien. Ini adalah tanggung jawab klien untuk memutuskan apa yang mereka akan berubah. Untuk mengubah keinginan mereka menjadi kenyataan, klien diperlukan untuk secara aktif mengubah perilaku mereka.
Latar Belakang Sejarah
Analisis transaksional awalnya dikembangkan oleh almarhum Eric Berne (1961), yang dilatih sebagai psikoanalis Freud dan psikiater. TA berevolusi dari Berne ketidakpuasan dengan lambatnya psikoanalisis dalam menyembuhkan orang-orang dari masalah mereka. Berne keberatan utama psikoanalisis adalah bahwa sudah waktunya memakan, kompleks, dan kurang dikomunikasikan kepada klien. Secara historis, TA dikembangkan sebagai perpanjangan psikoanalisis dengan konsep dan teknik khusus dirancang untuk kelompok perlakuan. Berne menemukan bahwa dengan menggunakan TA kliennya adalah membuat perubahan signifikan dalam kehidupan mereka. Sebagai teori kepribadian berevolusi, Berne berpisah dengan psikoanalisis untuk mengabdikan diri penuh waktu untuk teori dan praktek TA (Dusay, 1986).
Bern (1961) merumuskan konsep-konsep sebagian besar dari TA dengan memperhatikan apa yang dikatakan kliennya. Dia percaya anak-anak muda mengembangkan sebuah rencana pribadi untuk kehidupan mereka sebagai strategi untuk bertahan hidup fisik dan psikologis dan bahwa orang-orang yang dibentuk dari beberapa tahun pertama mereka dengan sebuah script yang mereka ikuti selama sisa hidup mereka. Dia mulai melihat keadaan ego muncul yang berkorelasi dengan pengalaman masa kecil pasiennya. Dia menyimpulkan bahwa status Ego Anak ini berbeda dari “dewasa” ego status. Kemudian ia menduga bahwa ada dua “orang dewasa” menyatakan: satu ia disebut ego Parent status, yang tampaknya menjadi sebuah salinan dari orang tua, yang lain yang merupakan bagian rasional orang, ia menamakan ego Dewasa menyatakan.
Empat fase dalam perkembangan TA telah diidentifikasi oleh Dusay dan Dusay (1989). Fase pertama (1955-1962) mulai dengan Berne ‘s identifikasi status ego (Orangtua, Dewasa, dan Anak), yang memberikan perspektif dari yang untuk menjelaskan berpikir, merasa, dan berperilaku. Dia memutuskan bahwa cara untuk mempelajari kepribadian adalah untuk mengamati di sini-dan-sekarang fenomena seperti klien suara, gerak tubuh, dan kosa kata. Kriteria diamati ini memberikan dasar untuk menyimpulkan seseorang sejarah masa lalu dan untuk memprediksi masalah masa depan. Tahap kedua (1962 – 1966) berfokus pada transaksi dan “permainan.” Masa ini merupakan masa dimana TA menjadi populer karena kosa kata lugas dan karena orang-orang bisa mengenali permainan mereka sendiri.
Pada saat ini TA untuk pertama kalinya dikenal sebagai suatu pendekatan kognitif, dengan sedikit perhatian yang diberikan terhadap emosi. Tahap ketiga (1966-1970) memberikan perhatian pada skrip lifescripts dan analisis. Sebuah internal lifescript adalah rencana yang menentukan arah kehidupan seseorang. Fase keempat (1970 sampai sekarang) dicirikan oleh penggabungan teknik-teknik baru dalam praktek TA (seperti orang-orang dari kelompok pertemuan gerakan, terapi Gestalt, dan psikodrama). TA bergerak ke arah lebih aktif dan emotif model sebagai cara untuk menyeimbangkan awal penekanan pada faktor-faktor kognitif dan wawasan (Dusay & Dusay, 1989, hal 448).
Bab ini menyoroti perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan almarhum Robert Goulding (1979), pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda dari pendekatan Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah digabungkan TA dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga, psikodrama, dan terapi perilaku.
Pendekatan yang redecisional pengalaman anggota kelompok membantu kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa terjebak. Mereka menghidupkan kembali konteks di mana mereka membuat keputusan sebelumnya, beberapa di antaranya tidak fungsional, dan mereka membuat keputusan baru yang fungsional. Redecisional terapi ini bertujuan untuk membantu orang menantang diri mereka untuk menemukan cara-cara di mana mereka menganggap diri mereka dalam peran dan victimlike untuk memimpin hidup mereka dengan memutuskan untuk diri mereka sendiri bagaimana mereka akan berubah.
2. KONSEP KUNCI
a. Pandangan mengenai Hakekat Manusia
Analisis transaksional berakar pada filsafat antideterministic. Menempatkan iman dalam kapasitas kita untuk mengatasi kebiasaan pola dan untuk memilih tujuan-tujuan baru dan perilaku. Namun, ini tidak berarti bahwa kita bebas dari pengaruh kekuatan sosial. Ia mengakui bahwa kami dipengaruhi oleh ekspektasi dan tuntutan orang lain yang signifikan, terutama karena awal kami keputusan dibuat pada suatu waktu dalam hidup ketika kita sangat tergantung pada orang lain. Kami membuat keputusan-keputusan tertentu agar dapat bertahan hidup, baik secara fisik dan psikologis, pada titik tertentu dalam kehidupan. Tapi keputusan awal ini dapat ditinjau dan menantang, dan jika mereka tidak lagi melayani kita, maka keputusan-keputusan baru dapat dibuat.
b. Status Ego
Status ego adalah serangkaian terkait pikiran, perasaan, dan perilaku di mana bagian dari kepribadian seorang individu dimanifestasikan pada waktu tertentu (Stewart & Joines, 1987). Semua transaksi analis bekerja dengan status-status ego, yang mencakup aspek penting dari kepribadian dan dianggap penting dan karakter pembeda dari TA terapi (Dusay, 1986). Setiap orang memiliki trio dasar Parent, Dewasa, dan Anak (PAC), dan pergeseran terus-menerus individu dari salah satu status yang lain, perilaku mewujudkan ego kongruen dengan keadaan saat ini. Salah satu definisi dari otonomi adalah kemampuan untuk bergerak dengan kelincahan dan niat melalui ego status dan beroperasi dalam satu yang paling sesuai dengan realitas situasi tertentu.
Status Ego Orang Tua mengandung nilai-nilai, moral, inti keyakinan, dan perilaku digabungkan dari figur otoritas yang signifikan, terutama orang tua. Dari luar, keadaan ego ini diungkapkan kepada orang lain dalam memelihara kritis atau perilaku. Kita masing-masing memiliki “Pemeliharaan Parent” dan “Critical Parent.” Dalam hati, itu dialami sebagai pesan orang tua tua yang terus mempengaruhi Anak batin. Ketika kita berada dalam ego Parent status, kita bereaksi terhadap situasi-situasi seperti yang kita bayangkan orang tua kita mungkin akan bereaksi, atau kita dapat bertindak terhadap orang lain seperti orang tua kita bertindak ke arah kami. Orang Tua berisi semua “keharusan” dan “oughts” dan aturan lainnya untuk hidup. Ketika kita berada dalam keadaan yang ego, kita dapat bertindak dengan cara yang sangat mirip dengan yang dimiliki orang tua kita atau orang penting lainnya dalam kehidupan awal kita. Kami dapat menggunakan beberapa dari mereka sangat frasa, dan postur tubuh kita, gerak-gerik, suara, dan perilaku yang dapat mereplikasi kami alami di orangtua kita.
Status Ego Dewasa adalah prosesor data. Ini adalah bagian dari tujuan orang, yang mengumpulkan informasi tentang apa yang sedang terjadi. Ini bukan emosional atau menghakimi, tetapi bekerja dengan fakta dan dengan realitas eksternal. The Dewasa ini tanpa gairah keyakinan, tetapi banyak masalah juga memerlukan empati dan intuisi untuk diselesaikan.
Status Ego Anak adalah keaslian dari bagian hidup kita dan yang paling alami siapa kita. Terdiri dari perasaan, impuls, dan tindakan spontan dan termasuk “rekaman” pengalaman awal. Ego Anak status dibagi menjadi Anak Alam (NC) dan Diadaptasi Anak (AC), yang keduanya memiliki aspek positif dan negatif. Aspek-aspek positif dari Anak Alam adalah spontan, pernah begitu dicintai, mencintai dan menarik bagian-bagian dari kita semua. Aspek negatif dari Anak Alam adalah menjadi impulsif untuk tingkat keselamatan kita terganggu. Aspek positif dari Diadaptasi Anak adalah bahwa kita menanggapi dengan tepat dalam situasi sosial. Aspek negatif dari melibatkan Anak overadapting Diadaptasi mana kita menyerahkan kekuasaan dan diskon kami nilai kita, nilai, dan martabat.
Klien dalam terapi TA pertama diajarkan bagaimana mengenali di mana status ego mereka berfungsi pada waktu tertentu: Pemeliharaan Parent, Critical Parent, Adult, Pemeliharaan Anak, atau Diadaptasi Anak. Tujuannya adalah untuk memungkinkan mereka untuk memutuskan secara sadar apakah status atau status bagian lain yang paling sesuai atau berguna.
c. Kebutuhan Strokes
Manusia harus dirangsang secara fisik, sosial, dan intelektual. Ketika kita tumbuh dan berkembang, kita perlu diakui untuk siapa kita dan apa yang kita lakukan. Hal ini perlu untuk rangsangan dan pengakuan ini disebut sebagai “stroke”; stroke adalah setiap tindakan pengakuan atau sumber rangsangan.
Sebuah premis dasar dari pendekatan TA adalah bahwa manusia harus menerima baik secara fisik dan psikologis “stroke” untuk mengembangkan rasa percaya di dunia dan dasar untuk mencintai diri mereka sendiri. Ada banyak bukti bahwa kurangnya kontak fisik dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi dan, dalam kasus ekstrim, dapat menyebabkan kematian. Psikologis stroke verbal dan nonverbal tanda-tanda penerimaan dan pengakuan juga diperlukan untuk orang-orang sebagai konfirmasi dari nilai mereka.
Strokes dapat diklasifikasikan sebagai verbal atau nonverbal, tanpa syarat (menjadi) atau bersyarat (melakukan), dan positif atau negatif. Bersyarat stroke berkata “Aku akan menyukai Anda jika dan ketika Anda cara tertentu”; mereka diterima untuk melakukan sesuatu. Stroke tanpa syarat berkata “Saya bersedia menerima Anda karena siapa Anda dan untuk menjadi siapa diri Anda, dan kami dapat menegosiasikan perbedaan-perbedaan kita.” Positif stroke berkata “Aku suka kamu,” dan mereka dapat dinyatakan dengan hangat sentuhan fisik, kata-kata menerima , penghargaan, senyum, dan ramah gerakan. Stroke ini diperlukan untuk perkembangan psikologis orang yang sehat. Stroke negatif berkata “Aku tidak suka kamu,” dan mereka juga dapat dinyatakan baik secara verbal dan nonverbal. Menariknya, stroke negatif dianggap lebih baik daripada tidak ada stroke pada segala yang ada, untuk diabaikan.
Teori TA memperhatikan bagaimana orang-orang struktur waktu mereka untuk mendapatkan stroke. Ini juga terlihat pada rencana hidup individu untuk menentukan jenis stroke mereka berdua mendapatkan dan memberikan. Menurut TA, itu behooves kita untuk menjadi sadar akan stroke kita bertahan hidup, the strokes bahwa kami berdua meminta dan menerima, dan stroke yang kita berikan kepada orang lain.
d. Perintah dan Counterinjunctions
The Gouldings ‘redecision kerja didasarkan pada konsep-konsep TA perintah dan keputusan-keputusan awal (M. Goulding, 1987). Kalau orangtua senang dengan perilaku anak, pesan-pesan yang diberikan sering lebih bersifat menizinkan. Namun, ketika orangtua merasa terancam oleh perilaku anak, pesan-pesan yang sering diungkapkan cenderung berbentuk perintah, yang dikeluarkan dari orangtua ‘Anak ego status. Seperti pesan-ekspresi kekecewaan, frustrasi, kecemasan, dan ketidakbahagiaan-menetapkan “tidak boleh dilakukan” oleh anak-anak yang belajar untuk hidup. Keluar dari penderitaan mereka sendiri, orang tua dapat mengeluarkan pendek ini, tapi daftar besar perintah umum: “Jangan.” “Jangan.” “Jangan dekat.” “Jangan terpisah dari saya.” “Jangan seks Anda.” “Jangan mau.” “Tidak perlu.” “Jangan berpikir.” “Jangan merasa.” “Jangan tumbuh dewasa.” “Don ‘ t menjadi seorang anak. “” Jangan berhasil. “” Jangan kau. “” Jangan waras. “” Jangan baik. “” Jangan milik “(M. Goulding, 1987; Goulding & Goulding, 1979). Pesan-pesan ini sebagian besar diberikan tanpa kata-kata dan pada tingkat psikologis antara kelahiran dan 7 tahun.
Kalau orangtua mengamati anak laki-laki atau perempuan mereka tidak berhasil, atau tidak nyaman dengan siapa mereka, mereka berusaha untuk “counter” efek dari pesan sebelumnya dengan counterinjunctions. Pesan ini datang dari orang tua ‘ego Parent status dan diberikan pada tingkat sosial. Mereka menyampaikan “keharusan,” “oughts,” dan “dos” harapan orang tua. Contoh counterinjunctions adalah “Jadilah sempurna.” “Coba keras.” “Cepat.” “Jadilah kuat.” “Tolong aku.” Masalahnya dengan counterinjunctions ini adalah bahwa tak peduli berapa banyak kita mencoba untuk menyenangkan kita merasa seolah-olah kita masih tidak melakukan cukup atau tidak cukup. Hal ini menunjukkan aturan bahwa pesan-pesan yang diberikan pada tingkat psikologis jauh lebih kuat dan bertahan lama daripada yang diberikan pada tingkat sosial.
Perintah ini tidak hanya ditanam di kepala kita sementara kita duduk dengan pasif. Menurut Maria Goulding (1987), baik anak-anak memutuskan untuk menerima pesan orang tua atau untuk melawan mereka. Dengan membuat keputusan dalam menanggapi perintah nyata atau khayalan, kami menganggap beberapa tanggung jawab untuk mengindoktrinasi diri kita sendiri. Klien dalam terapi TA mengeksplorasi “keharusan” dan “shouldn’ts,” the “dos” dan “tidak boleh dilakukan” oleh yang mereka telah dilatih untuk hidup, dan bagaimana mereka memungkinkan mereka untuk beroperasi dalam hidup mereka. Langkah pertama dalam membebaskan diri dari perilaku yang sering didikte oleh irasional dan umumnya tidak kritis menerima pesan dari orang tua adalah kesadaran akan perintah-perintah spesifik dan counterinjunctions bahwa seseorang telah diterima sebagai seorang anak. Setelah klien telah mengidentifikasi dan menjadi sadar akan diinternalisasikan ini “keharusan,” “oughts,” “dos,” “tidak boleh dilakukan,” dan “musts,” mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk secara kritis memeriksa mereka untuk menentukan apakah mereka bersedia terus hidup oleh mereka.
e. Keputusan dan Redecisions
Analisis transaksional menekankan kemampuan kita untuk menyadari keputusan yang mengatur perilaku kita dan kemampuan untuk membuat keputusan baru yang akan menguntungkan mengubah arah hidup kita. Bagian ini membahas keputusan yang dibuat sebagai respons terhadap perintah orang tua dan kontra-perintah dan menjelaskan proses redecisional.
Daftar berikut, berdasarkan Gouldings karya (1978, 1979), termasuk perintah umum, dan beberapa kemungkinan keputusan yang dapat dibuat sebagai tanggapan terhadap mereka.
  1. ‘Jangan melakukan kesalahan.’ Anak-anak yang mendengar dan menerima pesan ini sering takut mengambil risiko yang dapat membuat mereka terlihat bodoh. Mereka cenderung menyamakan membuat kesalahan dengan menjadi kegagalan. * Kemungkinan keputusan: ‘Aku takut untuk membuat keputusan yang salah, jadi aku hanya tidak akan memutuskan.’ ‘Karena aku membuat pilihan yang bodoh, aku tidak akan memutuskan sesuatu yang penting lagi!’ ‘Sebaiknya aku menjadi sempurna jika aku berharap untuk dapat diterima.’
  2. “Jangan.” Pesan mematikan ini sering diberikan tanpa kata-kata dengan cara orangtua terus (atau tidak ditahan) anak. Pesan dasar “Aku berharap kau tidak dilahirkan.” * Kemungkinan keputusan: “Aku akan terus mencoba sampai aku mendapatkan kau mencintaiku.”
  3. “Jangan dekat.” Terkait dengan perintah ini adalah pesan “Jangan percaya” dan “Jangan cinta.” * Kemungkinan keputusan: “Aku membiarkan diriku cinta sekali, dan itu menjadi bumerang. Jangan pernah lagi! “” Karena hal itu menakutkan untuk mendapatkan dekat, aku akan tetap sendiri jauh. “
  4. “Jangan menjadi penting.” Jika Anda terus-menerus diskon ketika Anda berbicara, Anda cenderung percaya bahwa Anda tidak penting. * Kemungkinan keputusan: “Jika, secara kebetulan, aku pernah lakukan menjadi penting, aku akan mengecilkan prestasi saya.”
  5. “Jangan anak.” Pesan ini mengatakan: “Selalu bertindak dewasa!” “Jangan kekanak-kanakan.” “Tetaplah kontrol diri.” * Kemungkinan keputusan: “Aku akan mengurus orang lain dan tidak akan meminta banyak diriku sendiri.” “Aku tidak akan membiarkan diriku bersenang-senang.”
  6. “Jangan tumbuh.” Pesan ini diberikan oleh ketakutan orangtua yang enggan anak dari tumbuh dewasa dalam banyak cara. * Kemungkinan keputusan: “Aku akan tinggal seorang anak, dan dengan cara itu aku akan mendapatkan orang tua saya untuk menyetujui saya.” “Aku tidak akan seksual, dan cara itu ayahku tidak akan mendorong aku pergi.”
  7. “Jangan berhasil.” Jika anak-anak secara positif diperkuat untuk gagal, mereka dapat menerima pesan bukan untuk mencari kesuksesan. * Kemungkinan keputusan: “Aku tidak akan pernah melakukan apa pun yang cukup sempurna, jadi kenapa coba?” “Aku akan berhasil, tidak peduli apa yang diperlukan.” “Kalau aku tidak berhasil, maka saya akan tidak harus tinggal sampai dengan harapan yang tinggi lainnya telah dari saya.”
  8. “Jangan kau.” Ini menyarankan untuk melibatkan anak-anak bahwa mereka adalah salah seks, bentuk, ukuran, warna, atau memiliki ide atau perasaan yang tidak dapat diterima kepada sosok orang tua. * Kemungkinan keputusan: “Mereka akan mencintai saya hanya jika aku seorang anak laki-laki (perempuan), sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan cinta mereka.” “Aku akan berpura-pura I’ma anak laki-laki (perempuan).”
  9. “Jangan waras” dan “Jangan terlihat sehat.” Sebagian anak-anak mendapat perhatian hanya ketika mereka secara fisik sakit atau bertindak gila. * Kemungkinan keputusan: “Aku akan sakit, dan kemudian aku akan termasuk.” “Saya gila.”
10.  “Jangan milik.” Perintah ini dapat menunjukkan bahwa keluarga merasa bahwa anak tidak
milik di mana saja. * Kemungkinan keputusan: “Aku akan menjadi seorang penyendiri selamanya.” “Aku tidak akan pernah punya tempat.” Apa pun perintah orang-orang yang telah menerima, dan apa pun yang dihasilkan keputusan-keputusan hidup, analisis transaksional berpendapat bahwa orang dapat membuat hidup substantif perubahan dengan mengubah keputusan mereka-oleh redeciding pada saat itu. Sebuah asumsi dasar TA adalah bahwa apa pun yang telah dipelajari dapat relearned.
Sebagai bagian dari proses terapi TA, klien sering didorong untuk kembali ke masa kanak-kanak adegan di mana mereka tiba pada keputusan yang membatasi diri. Terapis dapat memfasilitasi proses ini dengan salah satu intervensi berikut: “Ketika Anda berbicara, berapa lama yang Anda rasakan?” “Apakah apa yang Anda katakan mengingatkan Anda tentang sewaktu-waktu ketika Anda masih kecil?” “Apa gambar yang datang ke pikiran Anda sekarang? “” Bisakah Anda membesar-besarkan bahwa kerutan di wajah Anda? Apa perasaan Anda? Adegan apa yang muncul dalam pikiran saat Anda mengalami kening berkerut Anda? “
Mary Goulding (1987) mengatakan bahwa ada banyak cara untuk membantu klien untuk kembali ke beberapa titik kritis dalam masa kanak-kanak. “Begitu di sana,” ia menambahkan, “reexperiences klien adegan, dan kemudian dia menghidupkan kembali dalam fantasi dalam beberapa cara baru yang memungkinkan dirinya untuk menolak keputusan lama” (hal. 288). Setelah klien mengalami berada di redecision dari adegan tua, desain eksperimen mereka sehingga mereka dapat mempraktekkan perilaku baru untuk memperkuat redecision mereka baik dalam dan keluar dari kantor terapi.
Dengan masing-masing dari sepuluh perintah-perintah dasar yang telah diuraikan sebelumnya (dan beberapa kemungkinan keputusan yang mengalir dari mereka), ada banyak kemungkinan untuk keputusan-keputusan baru. Dalam setiap kasus terapis memilih adegan awal yang sesuai dengan perintah klien / pola keputusan, sehingga adegan akan membantu klien ini membuat redecision tertentu. Misalnya, adegan Brenda menghidupkan kembali bersama orang tuanya ketika dia membelai positif atas kegagalan atau sedang negatif membelai untuk berhasil. Itu rupanya pada saat-saat bahwa dia menerima perintah “Jangan sukses.” Terapis nya tantangan nya untuk memeriksa apakah keputusan, yang mungkin telah fungsional atau bahkan perlu di masa lalu, saat ini tepat. Dia mungkin redecide bahwa “Aku akan membuat itu, dan aku berhasil, meskipun itu bukan apa yang Anda inginkan dari aku.” Contoh lain adalah Jason, yang akhirnya melihat bahwa ia menanggapi perintah ayahnya “Jangan tumbuh” dengan memutuskan tetap tak berdaya dan belum dewasa. Dia ingat belajar bahwa ketika ia independen ayahnya berteriak kepadanya dan, ketika ia tak berdaya, ia diberi perhatian ayahnya. Karena ia ingin persetujuan ayahnya, Jason memutuskan, “Aku akan tetap menjadi seorang anak selama-lamanya.” Selama sesi terapi, Jason kembali ke masa kanak-kanak adegan di mana ia membelai untuk ketidakberdayaan, dan dia berbicara kepada ayahnya sekarang berada dalam cara yang dia tidak pernah melakukan seperti seorang anak: “Ayah, walaupun aku masih ingin persetujuan Anda, saya tidak perlu itu ada. Penerimaan Anda tidak sebanding dengan harga aku harus membayar. Aku mampu memutuskan untuk diri sendiri dan berdiri di kedua kakiku sendiri. Aku akan menjadi orang yang saya inginkan, bukan anak itu yang kau ingin aku berada.”
Dalam hal ini bekerja redecision Brenda dan Jason masukkan fantasi masa lalu dan menciptakan adegan-adegan di mana mereka dapat dengan aman menyerah tua dan saat ini tidak sesuai keputusan awal, karena keduanya dipersenjatai dengan pemahaman di masa sekarang yang memungkinkan mereka untuk menghidupkan kembali pemandangan dengan cara yang baru. Proses redecision adalah awal dan bukan akhir. The Gouldings (1979) percaya bahwa adalah mungkin untuk memberikan akhir baru ke adegan di mana keputusan dibuat asli-akhir baru yang sering menghasilkan sebuah awal baru yang memungkinkan klien untuk berpikir, merasa, dan bertindak dalam cara-cara direvitalisasi. Setelah klien mengalami fantasi redecision melalui kerja, mereka dan eksperimen desain terapis mereka sehingga mereka dapat mempraktekkan perilaku baru untuk memperkuat keputusan mereka. The Gouldings mempertahankan bahwa klien dapat menemukan kemampuan untuk mandiri dan untuk mengalami rasa kebebasan, semangat, dan energi.
e. Games
Sebuah transaksi, yang dianggap sebagai unit dasar komunikasi, terdiri dari stroke pertukaran antara dua atau lebih banyak orang. Sebuah permainan adalah serangkaian berkelanjutan transaksi yang berakhir dengan hasil negatif diminta oleh skrip yang mengakhiri permainan dan kemajuan suatu cara untuk merasa buruk. Sesuai dengan sifatnya, permainan yang dirancang untuk mencegah keintiman. Permainan terdiri dari tiga elemen dasar: serangkaian transaksi yang saling melengkapi di permukaan tampak masuk akal; sebuah transaksi yang tersembunyi adalah agenda tersembunyi dan hasil negatif yang mengakhiri permainan dan merupakan tujuan sesungguhnya dari permainan.
Bern (1964) menggambarkan sebuah antologi permainan yang berasal dari tiga posisi: penganiaya, penyelamat, dan korban. Misalnya, orang yang telah memutuskan mereka tidak berdaya mungkin memainkan beberapa versi dari “Poor Me” atau “Kick Me.” Mahasiswa “kehilangan” atau “lupa” mengerjakan PR untuk kedua kalinya minggu ini dan membuat pengumuman secara terbuka di kelas. Guru marah, dan mahasiswa yang mengambil hasil dan mendapatkan perhatian dibayar dalam proses. Orang-orang yang merasa lebih unggul mungkin baik menganiaya atau penyelamatan. Para penganiaya memainkan beberapa bentuk “Baik” atau “Treatment” (mencari-cari kesalahan), sedangkan penyelamat memainkan beberapa bentuk “Saya hanya berusaha membantu Anda.” Bern menggambarkan berbagai permainan umum, termasuk “Ya, tetapi , “” Kick me, “” lelah, “” Kalau bukan karena Anda, “” Martyr, “” Bukankah itu mengerikan, “” Aku hanya berusaha membantu Anda, “” keributan, “dan” Lihat apa yang membuat saya lakukan! “Permainan selalu memiliki beberapa hasil (atau kalau tidak mereka tidak akan diabadikan), dan satu hadiah umum adalah dukungan untuk keputusan yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Misalnya, orang yang telah memutuskan bahwa mereka tidak berdaya mungkin memainkan “Ya, tetapi” permainan. Mereka meminta orang lain untuk bantuan dan kemudian menyambut saran dengan daftar alasan mengapa saran tidak akan bekerja; demikian, mereka merasa bebas untuk berpegang teguh pada ketidakberdayaan mereka. Pecandu dari “Kick me” permainan sering orang-orang yang telah memutuskan untuk ditolak; mereka menetapkan diri untuk dianiaya oleh orang lain sehingga mereka dapat memainkan peran sebagai korban yang tidak ada yang suka.
Dengan terlibat dalam bermain game, orang-orang menerima stroke dan juga memelihara dan mempertahankan keputusan awal mereka. Mereka menemukan bukti untuk mendukung pandangan mereka tentang dunia, dan mereka mengumpulkan perasaan buruk. Ini perasaan yang tidak menyenangkan orang mengalami setelah permainan yang dikenal sebagai raket. Sebuah raket yang akrab perasaan emosi yang dipelajari dan didorong di masa kanak-kanak dan berpengalaman dalam berbagai situasi stres, tetapi sebagai orang dewasa maladaptive sarana pemecahan masalah (Stewart & Joines, 1987). Raket punya banyak kualitas yang sama seperti perasaan orang-orang itu sebagai anak-anak. Raket ini dipelihara dengan benar-benar memilih situasi yang akan mendukung mereka. Oleh karena itu, orang-orang yang biasanya merasa tertekan, marah, atau bosan dapat secara aktif mengumpulkan perasaan ini dan memberi makan mereka ke dalam perasaan lama pola-pola yang sering mengakibatkan stereotip cara berperilaku. Mereka juga memilih permainan mereka akan bermain untuk mempertahankan raket mereka. Ketika orang-orang “merasa buruk,” mereka sering mendapat simpati dari orang lain atau mengendalikan orang lain dengan suasana hati buruk mereka.
Dalam terapi, klien TA diajarkan untuk membuat hubungan antara permainan mereka bermain sebagai anak-anak dan orang-orang yang bermain sekarang-misalnya, bagaimana mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian di masa lalu dan bagaimana upaya-upaya masa lalu itu berhubungan dengan permainan mereka bermain sekarang untuk mendapatkan mengelus. Tujuannya di sini adalah untuk menawarkan kesempatan klien untuk menurunkan permainan tertentu demi menjawab jujur-kesempatan yang dapat menyebabkan mereka menemukan cara untuk mengubah stroke negatif dan belajar bagaimana memberi dan menerima stroke positif.
f. Dasar Psikologis Hidup Posisi dan Lifescripts
Keputusan mengenai diri sendiri, satu dunia, dan hubungan seseorang kepada orang lain yang mengkristal selama 5 tahun pertama kehidupan. Putusan tersebut adalah dasar bagi perumusan posisi hidup, yang berkembang menjadi peranan dari lifescript. Umumnya, sekali seseorang telah memutuskan pada posisi hidup, ada kecenderungan untuk itu tetap tetap kecuali ada intervensi, seperti terapi, untuk mengubah keputusan yang mendasarinya. Permainan ini sering digunakan untuk mendukung kehidupan dan mempertahankan posisi dan bermain keluar lifescripts. Orang-orang mencari keamanan dengan mempertahankan bahwa yang akrab, meskipun akrab mungkin sangat tidak menyenangkan. Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, permainan seperti “Kick me” mungkin menyenangkan, tetapi mereka memiliki keutamaan yang memungkinkan pemain untuk mempertahankan posisi yang akrab dalam kehidupan, meskipun posisi ini adalah negatif.
Analisis transaksional mengidentifikasi empat kehidupan dasar posisi, yang semuanya didasarkan pada keputusan yang dibuat sebagai akibat dari pengalaman masa kanak-kanak, dan semua yang menentukan bagaimana orang-orang merasa tentang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain:
  1. Aku kau OK-OK.
  2. Aku baik-baik-kau tidak OK.
  3. Aku tidak OK-kau OK.
  4. Aku tidak apa-apa-kau tidak OK.
I I’m OK-OK kau umumnya permainan posisi bebas. Ini adalah keyakinan bahwa orang mempunyai nilai dasar, nilai, dan martabat sebagai manusia. Bahwa orang-orang OK adalah pernyataan dari esensi mereka, belum tentu perilaku mereka. Posisi ini dicirikan oleh sikap kepercayaan dan keterbukaan, kesediaan untuk memberi dan menerima, dan penerimaan orang lain seperti mereka. Orang-orang dekat dengan diri mereka sendiri dan orang lain. Ada pecundang, hanya pemenang.
Aku baik-baik-kau tidak OK adalah posisi orang yang proyek masalah-masalah mereka ke orang lain dan menyalahkan mereka, meletakkannya, dan mengkritik mereka. Permainan yang memperkuat posisi ini melibatkan sok superior (yang “Aku baik-baik”) yang proyek marah, jijik, dan cemoohan ke rendah yang ditunjuk, atau kambing hitam (yang “Kau tidak OK”). Posisi ini adalah bahwa orang yang membutuhkan tertindas untuk mempertahankan atau rasa “OKness.”
Aku tidak OK-OK kau dikenal sebagai posisi dan depresi ditandai oleh perasaan tidak berdaya dibandingkan dengan orang lain. Biasanya orang-orang seperti melayani kebutuhan orang lain, bukan mereka sendiri dan umumnya merasa menjadi korban. Games mendukung posisi ini termasuk “Kick saya” dan “Martyr”-permainan yang mendukung kekuatan orang lain dan menyangkal orang itu sendiri.
Yang aku tidak OK-OK kuadran kau tidak dikenal sebagai posisi kesia-siaan dan frustrasi. Operasi dari tempat ini, orang-orang telah kehilangan minat dalam hidup dan dapat melihat kehidupan sebagai benar-benar tanpa janji. Ini sikap yang merusak diri adalah karakteristik dari orang-orang yang tidak mampu mengatasi di dunia nyata, dan hal itu dapat mengakibatkan penarikan ekstrim, kembali ke perilaku kekanak-kanakan, atau perilaku kekerasan yang mengakibatkan cedera atau kematian diri sendiri atau orang lain.
Pada kenyataannya masing-masing dari kita memiliki posisi favorit kami beroperasi dari bawah stres. Tantangannya adalah untuk menjadi sadar betapa kita berusaha untuk membuat kehidupan nyata melalui kehidupan dasar eksistensial kita posisi dan menciptakan sebuah alternatif. Terkait dengan konsep dasar posisi psikologis adalah lifescript, atau rencana untuk kehidupan. Lifescript pribadi adalah rencana kehidupan bawah sadar yang dibuat di masa kanak-kanak, diperkuat oleh orang tua, “dibenarkan” oleh peristiwa berikutnya, dan mencapai puncaknya pada alternatif yang dipilih (Stewart & Joines, 1987). Script ini, sebagaimana telah kita lihat, yang dikembangkan pada awal hidup sebagai hasil dari ajaran orangtua (seperti perintah dan counterinjunctions) dan keputusan awal yang kita buat. Di antara keputusan tersebut adalah memilih posisi psikologis dasar, atau peran dramatis, bahwa kita bermain di lifescript kami. Memang, lifescripts dapat dibandingkan dengan produksi panggung yang dramatis, dengan tokoh karakter, plot, adegan, dialog, dan berbagai latihan. Pada intinya, lifescript adalah cetak biru yang mengatakan orang-orang di mana mereka akan pergi dalam hidup dan apa yang akan mereka lakukan ketika mereka tiba.
Menurut Berne (1972), melalui interaksi awal dengan orang tua dan orang lain kita menerima pola stroke yang mungkin baik mendukung atau meremehkan. Berdasarkan pola membelai ini, kita membuat keputusan eksistensial dasar tentang diri kita sendiri yaitu, kita asumsikan satu dari empat posisi kehidupan yang baru saja dijelaskan. Keputusan eksistensial ini kemudian diperkuat oleh pesan (baik verbal dan nonverbal) yang kita terus terima selama hidup kita. Hal ini juga diperkuat dengan hasil permainan kami, raket, dan interpretasi peristiwa. Selama masa kanak-kanak kami tahun kami juga membuat keputusan apakah orang-orang yang dapat dipercaya.
Sistem keyakinan dasar kita demikian dibentuk melalui proses ini memutuskan tentang diri sendiri dan orang lain. Jika kita berharap untuk mengubah kehidupan saja yang kita bepergian, itu akan membantu untuk memahami komponen dari naskah ini, yang untuk sebagian besar menentukan pola kita berpikir, merasa, dan berperilaku.
Melalui sebuah proses yang dikenal sebagai analisis naskah, klien dapat menjadi sadar betapa mereka peroleh lifescript mereka dan mampu melihat lebih jelas peran hidup mereka (dasar kehidupan psikologis posisi). Analisis script membantu klien melihat cara-cara di mana mereka merasa terdorong untuk bermain lifescript mereka dan menawarkan alternatif pilihan hidup mereka. Tempatkan dengan cara lain, proses terapeutik klien mengurangi dorongan untuk bermain game yang membenarkan perilaku yang diperlukan dalam naskah kehidupan mereka.
Analisis script menunjukkan proses dengan mana orang-orang mendapatkan script dan strategi yang mereka gunakan untuk membenarkan tindakan mereka berdasarkan hal itu. Tujuannya adalah untuk membantu klien membuka kemungkinan untuk membuat perubahan dalam pemrograman awal. Klien diminta untuk mengingat kisah-kisah favorit mereka sebagai anak-anak, untuk menentukan bagaimana mereka masuk ke dalam cerita-cerita atau dongeng, dan untuk melihat bagaimana kisah-kisah ini sesuai dengan pengalaman hidup mereka saat ini.
Steiner (1967) mengembangkan sebuah lifescript kuesioner yang dapat digunakan sebagai katalis untuk analisis naskah dalam sesi terapi untuk membantu klien mengeksplorasi komponen signifikan-lifescript mereka di antara mereka, hidup posisi dan permainan. Dalam menyelesaikan daftar periksa script ini, klien menyediakan informasi dasar seperti arah hidup mereka, model-model dalam hidup mereka, sifat perintah mereka, maka hadiah yang mereka cari, dan berakhir tragis mereka harapkan dari kehidupan.
Analisis lifescript individu didasarkan pada drama-nya keluarga asli. Sebagai hasil mengeksplorasi apa yang mereka pelajari berdasarkan lifescript mereka, klien belajar tentang perintah-perintah mereka diterima secara tidak kritis sebagai anak-anak, keputusan mereka dibuat sebagai tanggapan terhadap pesan ini, dan permainan dan raket sekarang mereka terapkan untuk menjaga keputusan awal ini hidup. Dengan menjadi bagian dari proses penemuan diri, klien meningkatkan kesempatan untuk datang ke pemahaman yang lebih dalam belum selesai mereka sendiri bisnis psikologis, dan di samping itu, mereka memperoleh kemampuan untuk mengambil beberapa langkah-langkah awal untuk keluar dari pola-pola merugikan diri sendiri.
oleh : Gerald Corey Edisi Kedelapan (2009)

Pendekatan Konseling Gestalt

A. Konsep Dasar Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :
  1. tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,
  2. merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu,
  3. aktor bukan reaktor,
  4. berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,
  5. dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,
  6. mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Individu bermasalah kaena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).
  1. Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis
  2. Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
  3. Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang
  4. Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi
  5. Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :
  6. Kepribadian kaku (rigid)
  7. Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung
  8. Menolak berhubungan dengan lingkungan
  9. Memeliharan unfinished bussiness
  10. Menolak kebutuhan diri sendiriMelihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih” .
C. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya. Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
  1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
  2. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
  3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
  4. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
D. Deskripsi Proses Konseling
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang. Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien. Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
Deskripsi fase-fase proses konseling :
  1. Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
  2. Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :( 1). Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.(2) Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
  3. Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
  4. Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.

e. Teknik-teknik Konseling Gestalt
a. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (d) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
b. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya : “Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
c. Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
d. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
e. Tetap dengan Perasaan
Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Sumber : Dr. DYP Sugiharto, M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling. (Makalah)
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/15-pendekatan-konseling-gestalt.html

Pendekatan Konseling Client Centred

1. PRINSIP DASAR
aPandangan Tentang Sifat Manusia
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.
b. Latar Belakang Historis Terapi Client Centered
  • Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasart dari psikoanalisis;
  • Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut duni subjektif dan fenomenalnya;
c. Beberapa Asumsi Dasar Terapi Client Centered
  • Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung
  • Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
  • Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.
d. Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered
  • Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya.
  • Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.
  • Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan ketulusan dari terapis.
  • Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi.
2. KONSEP DASAR
a. Pandangan Menurut Rogers
CLIENT CENTERED (KONSELING BERPUSAT KLIEN) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
b. Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered
Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :
  1. Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
  2. Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman  terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia.
  3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
  4. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
  5. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan.
3. TUJUAN PENDEKATAN TERAPI
Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut :
a. Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
b. Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
c. Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
e. Tujuan Konseling
Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
  • Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya .
  • Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
  • menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
  • Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.

4. HUBUNGAN KONSELOR DENGAN KLIEN
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
  1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
  2. Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
  3. Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
  4. Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
  5. terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
  6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik :
Pertama, Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsive terhadap  client. Hal ini dapat menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa berlangsung.
Kedua, Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada client.
Ketiga, Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
5. PROSES KONSELING
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
  1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
  2. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
  3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
  4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
  5. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Refrensi :
dikutip dari buku “Carl R. Rogers”
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-pendekatan-konseling-client-centred.html

Teknik Konseling Behavorial

A. Konsep Dasar
Konsep dasar yang dipakai oleh Behavior Therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori Belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalaam laboratorium.
Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
  1. Pembiasaan klasik
  2. Pembiasaan operan
  3. Peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Adapun karakteristik konseling behavioral adalah :
  1. berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
  2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling
  3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien
  4. Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
C. Tujuan Konseling
  1. Menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien
  2. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
  3. Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
D. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
  1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
  2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
  3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
  1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
  2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
(b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
- apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah tujuan itu realistic
- kemungkinan manfaatnya;
- kemungkinan kerugiannya
- Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
  1. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
  2. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
  3. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
E. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
  • Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
  • Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
  • Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
  • Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
  • Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
F. Teknik-teknik Konseling Behavioral
Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Covert Sensitization
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.
Thought Stopping
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata “saya jahat!”. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahat!”), terpis segera berteriak dengan nyaring : “berhenti!”. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.
Referensi:
Akhmad Sudratajat. 2008. Pendekatan Konseling Behavioral. dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/
DYP Sugiharto, Dr. , M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling. (Makalah)
Sayekti Pujosuwarno, Dr, M.Pd. 1993. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Menara Mas Offset
http://ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/13-teknik-konseling-behavorial.html

Karakter Kepribadian Menurut Golongan Darah


http://www.smada-jember.com/pic/blood_cells-copy.jpgDalam postingan ini disajikan komik mengenai golongan darah. Komik seingkat yang membahas mengenai pola pikir dan karakter seseorang dinilai dari golongan darahnya.
Kepribadian setiap golongan darah bila digambarkan dengan rumah
A = serius dan berhati-hati, cenderung membuat orang lain melihatnya sebagai orang yang susah membuka diri. Bisa digambarkan sebagai rumah dengan tingkat sekuriti maksimum

B = tidak suka keadaan yang tidak nyaman dan rumit. Bisa digambarkan dengan orang yang tidur beralaskan tanah beratapkan langit.
O = tidak percaya sepenuhnya pada orang lain, tetapi ketika sudah mendapat kepercayaan penuh, dia akan sangat jujur, pintu utama mungkin terkunci tapi kalian bebas jalan-jalan di dalam begitulah penggambarannya.
AB = karena AB punya sisi dari A dan juga sisi dari B maka akan tampak sangat kompleks di luar dan misterius bagaikan labirin.
ni?

Minggu, 22 Juli 2012

Bimbingan dan Konseling




BIMBINGAN DAN KONSELING

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks  adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur  (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu  atau yang perlu  ‘dipanggil’  saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik.
Tujuan layanan bimbingan ialah agar siswa dapat :
  1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang.
  2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik secara optimal.
  3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
  4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
  1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
  2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
  3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut
  4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
  5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
  6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
  7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. 

Fungsi Bimbingan dan Konseling
1.      Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.      Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3.      Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4.      Fungsi Perbaikan (Penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.  
5.      Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.      Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf,  konselor, dan guru  untuk menyesuaikan  program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan  siswa.
7.      Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1.      Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.      Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.      Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.      Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5.      Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi siswa-siswa yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6.      Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.      Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.      Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.      Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10.  Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.  Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.          

Kegiatan Pokok Bimbingan dan Konseling
Macam-macam layanan bimbingan dan konseling :
1.      Layanan Orientasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu.
2.      Layanan Informasi
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien).
3.      Layanan Penempatan dan penyaluran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ektrakulikuler) sesuai dengan potensi, bakat, minat erta kondisi pribadinya.
4.      Layanan pembelajaran
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai meteri pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
5.      Layanan Konseling Individual
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
6.      Layanan Bimbingan Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (teruama dari guru pembimbing) dan/atau membahas secara bersama-ama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjanguntuk  pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan kemampuan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
7.      Layanan Konseling Kelompok
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok, masalah yang dibahas itu adalah maalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.

Kegiatan Pendukung diantaranya :
1.      Aplikasi Instrumentasi
Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (klien), keterangan tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data ini dapat dilakukan denagn berbagai cara melalui instrumen baik tes maupun nontes.
2.      Himpunan Data
Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (klien). Himpunan data perlu dielenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
3.      Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (klien) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan ini dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
4.      Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan pendukudng bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keteranang, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik (klien) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga klien yang lainnya.